Jumat, 08 Juni 2012

Tugas Mini Proyek 2012


Siti Melisa Harahap 11-005
Adinda Andini 11-009
Pritta Astuti Suryaningtyas 11-023


Topik
Peran Motivasi dalam Mewujudkan Prestasi
Judul
Minat dan Motivasi Siswa dalam Proses Belajar di kelas
Pendahuluan
Alasan kami memilih judul “Peran Motivasi Dalam Proses Mewujudkan Keinginan/Prestasi pada anak SMA” adalah  karena kami ingin mengetahui seberapa besar motivasi anak dalam tingkatan belajarnya. Dalam penelitian ini kami juga ingin mengetahui bagaimana proses belajar anak,tingkat jeda waktu belajar dia. Disini kami juga ingin mengetahui apa saja yang menjadi dasar-dasar motivasi keinginan belajar si anak. Motivasi juga sangat berperan penting dalam perkembangan proses belajar si anak. Motivasi belajar bisa datang dari mana aja seperti orangtua,teman,keluarga dan lain sebagainya. Semakin banyak dukungan buat si anak maka semakin besar kemauan anak belajar, dan itu bisa dijadikan motivasi dalam mencapai prestasi yang lebih dari sebelumnya. Dan disini kami akan menjabarkan hasil dari penelitian kami tentang motivasi belajar dari siswa/siswi SMA dalam penelitian yang kami lakukan akan kelihatan besar seberapa besar motivasi belajar seorang anak dalam meningkatkan prestasi belajarnya

Landasan teori
Motivasi Belajar dan Teori Perilaku (Bandura)

Konsep motivasi belajar berkaitan erat dengan prinsip bahwa perilaku yang memperoleh penguatan (reinforcement) di masa lalu lebih memiliki kemungkinan diulang  dibandingkan dengan perilaku yang tidak memperoleh penguatan atau perilaku yang terkena hukuman (punishment). Dalam kenyataannya, daripada membahas konsep motivasi belajar, penganut teori perilaku lebih memfokuskan pada seberapa jauh siswa telah belajar untuk mengerjakan pekerjaan sekolah dalam rangka mendapatkan hasil yang diinginkan (Bandura, 1986 dan Wielkeiwicks, 1995).

Mengapa sejumlah siswa tetap bertahan dalam menghadapi kegagalan sedang yang lain menyerah? Mengapa ada sejumlah siswa yang bekerja untuk menyenangkan guru, yang lain berupaya mendapatkan nilai yang baik, dan sementara itu ada yang tidak berminat terhadap bahan pelajaran yang seharusnya mereka pelajari? Mengapa ada sejumlah siswa mencapai hasil belajar jauh lebih baik dari yang diperkirakan berdasarkan kemampuan mereka dan sementara itu ada sejumlah siswa mencapai hasil belajar jauh lebih jelek jika dilihat potensi kemampuan mereka? Mengkaji penguatan yang telah diterima dan kapan penguatan itu diperoleh dapat memberikan jawaban atas pertanyaan di atas, namun pada umumnya akan lebih mudah meninjaunya dari sudut motivasi untuk memenuhi berbagai kebutuhan.

Penghargaan (Reward) dan Penguatan (Reinforcement)
Suatu alasan mengapa penguatan yang pernah diterima merupakan penjelasan yang tidak memadai untuk motivasi karena motivasi belajar manusia itu sangat kompleks dan tidak bebas dari konteks (situasi yang berhubungan). Terhadap binatang yang sangat lapar kita dapat meramalkan bahwa makanan akan merupakan penguat yang sangat efektif. Terhadap manusia, meskipun ia lapar, kita tidak dapat sepenuhnya yakin apa yang merupakan penguat dan apa yang bukan penguat, karena nilai penguatan dari penguat yang paling potensial sebagian besar ditentukan oleh faktor-faktor pribadi dan situsional.

Penentuan Nilai dari Suatu Insentif
Ilustrasi berikut menunjukkan poin penting: nilai motivasi  belajar dari suatu insentif tidak dapat diasumsikan, karena nilai itu dapat bergantung pada banyak faktor (Chance, 1992). Pada saat guru mengatakan “Saya ingin kamu semua mengumpulkan laporan buku pada waktunya karena laporan itu akan diperhitungkan dalam menentukan nilaimu,” guru itu mungkin mengasumsikan bahwa nilai merupakan insentif yang efektif untuk siswa pada umumnya. Tetapi bagaimanapun juga sejumlah siswa dapat tidak menghiraukan nilai karena orang tua mereka tidak menghiraukannya atau mereka memiliki catatan kegagalan di sekolah dan telah mengambil sikap bahwa nilai itu tidak penting. Apabila guru mengatakan kepada seorang siswa, “Pekerjaan yang bagus! Saya tahu kamu dapat  mengerjakan tugas itu apabila kamu mencobanya!” Ucapan ini dapat memotivasi seorang siswa yang baru saja menyelesaikan suatu tugas yang ia anggap sulit namun dapat berarti hukuman (punishment) bagi siswa yang berfikir bahwa tugas itu mudah (karena pujian guru itu memiliki implikasi bahwa ia harus bekerja keras untuk menyelesaikan tugas itu). Seringkali sukar menentukan motivasi belajar siswa dari perilaku mereka karena banyak motivasi yang berbeda dapat mempengaruhi perilaku. Kadang-kadang suatu jenis motivasi jelas-jelas menentukan perilaku, tetapi pada saat yang lain, ada motivasi lain yang berpengaruh (mempengaruhi) terhadap perilaku belajar siswa.

Tujuan Penelitian
-          Untuk mengetahui sejauh mana motivasi siswa SMA dalam proses belajar dikelas
-          Untuk mengetahui tingkat dan minat belajar siswa SMA
-          Untuk mengetahui tingkat prestasi siswa
Alat-alat dan bahan yang digunakan dalam proses penelitian
-       Kamera
-       Handphone
-        Alat-alat tulis (Buku, kertas dan pena)
-        Laptop
-        Reward
Subjek Penelitian
-          5 orang siswa SMA
Koresponden yang diteliti
Koresponden yang diteliti adalah tentang tingkat motivasi dan minat belajar siswa pada saat pelajaran itu berlangsung yang terjadi di dalam kelas  ,dan memiliki tujuan untuk mengetahui sejauh mana motivasi belajar siswa di kelas khususnya ditingkat SMA (Sekolah Menengah Atas) dengan metode wawancara sebagai acuan kami untuk mendapatkan suatu kesimpulan dari hasil penelitian kami yang berjudul “Minat dan Motivasi Siswa Dalam Proses Belajar Di Dalam Kelas”
Metode yang digunakan
Pengambilan data dilakukan melalui proses  wawancara yaitu dengan bertatap muka serta tanya jawab terhadap koresponden yang telah dipilih secara acak dan yang memiliki prestasi disekolah. .Adapun pertanyaan - pertanyaan yang diajukan dalam angket tersebut adalah:
1.Ketika guru menjelaskan pelajaran ,apakah kamu sering bertanya ketika tidak mengerti ?Lalu apakah kamu mencoba mengulang pelajaran yang telah dijelaskan oleh guru  ketika berada dirumah ?
2.Apa saja kegiatan kamu diluar jam sekolah ?
3.Kapan kamu memiliki jam belajar khusus ?
4.Kamu sebagai seorang siswa lebih sering mengerjakan pekerjaan rumah (PR) disekolah atau dirumah ?
5.Apakah kamu sering melakukan diskusi diluar jam sekolah ?
6.Apakah kamu belajar berdasarkan guru yang kamu suka atau mata pelajaran yang kamu suka ?
7.Pada saat berada di rumah, apakah kamu belajar masih dalam pantauan orang tua ?
8.Cara apa yang biasa kamu lakukan untuk dapat mengerti pelajaran tersebut ?
9.Apa yang akan kamu lakukan jika nilai kamu buruk? Apakah kamu merubah cara belajar kamu atau menambah porsi belajar kamu?
10.Apakah kamu akan termotivasi belajar jika kamu di janjikan oleh orang tua sesuatu?

Proses Analisa dan Kesimpulan
Setelah hasil jawaban dari wawancara diperoleh, maka kami akan mencari sekaligus menarik kesimpulan dari jawaban - jawaban yang diberikan oleh koresponden untuk mendapatkan hasil. Hasil kesimpulannya adalah jawaban yang paling banyak yang didapat dari koresponden.

Penjadwalan Awal yang Telah Direncanakan
No Kegiatan Tanggal Tempat
1.

2.
3.
4.


5.

6.
7.
8.
9.

10.

11.
Pemilihan Topik dan Judul Proyek Mini
Menentukan metode wawancara
Menentukan kebutuhan wawancara
Permohonan surat izin kepada pihak fakultas untuk mengunjungi sekolah yang akan diwawancara
Permohonan izin kepada pihak sekolah untuk wawancara
Membuat pertanyaan wawancara
Membeli kebutuhan wawancara
Pelaksanaan wawancara
Membuat pendahuluan dan landasan teori
Diskusi penyimpulan hasil wawancara dan pembuatan poster
Memposting keseluruhan hasil
25 April 2012

25 April 2012
25 April 2012
7 Mei 2012


11 Mei 2012

12 Mei 2012
16 Mei 2012
16 Mei 2012
19 Mei 2012

21 Mei 2012

1 Juni 2012
Di kampus

Di kampus
Di kampus
Di kampus


Di sekolah

Di kampus
Di majestik
Di sekolah
Di tempat makan

Di kampus

Di rumah




















Kalkulasi biaya dari awal perencanaan hingga evaluasi
Reward untuk siswa : Rp.28.500
Biaya tak terduga     : Rp.99.000
Total                       : Rp.127.500
Jadwal Kegiatan Pelaksanaan Proyek

No Kegiatan Tanggal Tempat
1.
2.
3.
4.


5.

6.
7.
8.
9.
10.

11.
Pemilihan Topik dan Judul Proyek Mini
Menentukan metode wawancara
Menentukan kebutuhan wawancara
Permohonan surat izin kepada pihak fakultas untuk mengunjungi sekolah yang akan diwawancara
Permohonan izin kepada pihak sekolah untuk wawancara
Membuat pertanyaan wawancara
Membeli kebutuhan wawancara
Pelaksanaan wawancara
Membuat pendahuluan dan landasan teori
Diskusi penyimpulan hasil wawancara dan pembuatan poster
Memposting keseluruhan hasil
25 April 2012
25 April 2012
25 April 2012
11 Mei 2012


14 Mei 2012

15 Mei 2012
16 Mei 2012
16 Mei 2012
19 Mei 2012
21 Mei 2012

7 Juni 2012
Di kampus
Di kampus
Di kampus
Di kampus


Di sekolah

Di kampus
Di majestic
Di sekolah
Di tempat makan
Di kampus

Di warnet



Laporan dan evaluasi
Laporan
Setelah kami mendapatkan hasil data dari wawancara yang diisi oleh siswa-siswi SMA Kemala Bhayangkari tersebut kami memperoleh kesimpulan :

1.      Siswa SMA Kemala Bhayangkari jarang bertanya didalam kelas setelah guru menjelaskan.
2.      Kegiatan siswa SMA Kemala Bhayangkari di luar jam sekolah yaitu mengikuti ekskul.
3.      Siswa SMA Kemala Bhayangkari memiliki jam khusus pada malam hari.
4.      Siswa SMA Kemala Bhayangkari lebih sering mengerjakan PR di rumah.
5.      Siswa SMA Kemala Bhayangkari jarang melakukan diskusi di luar jam sekolah
6.      Siswa SMA Kemala Bhayangkari suka belajar berdasarkan guru dan mata pelajaran kesukaannya.
7.      Siswa SMA Kemala Bhayangkari tidak lagi belajar dalam pantauan orang tua di rumah.
8.      Siswa SMA Kemala Bhayangkari bertanya kepada teman jika tidak mengerti pelajaran.
9.      Apabila nilai siswa SMA Kemala Bhayangkari buruk, siswa lebih berusaha dan giat belajar.
10.  Siswa SMA Kemala Bhayangkari termotivasi belajar jika dijanjikan oleh orang tua sesuatu.

Jadi, kesimpulannya siswa SMA Kemala Bhayangkari jarang melontarkan pertanyaan apabila guru sedang menjelaskan pelajaran tertentu dan jarang melakukan diskusi di dalam kelas, tetapi siswa sering bertanya kepada temannya jika pelajaran yang mereka dapati belum dimengerti. Biasanya siswa suka belajar berdasarkan guru dan mata pelajaran yang mereka sukai. Selain itu para siswa memiliki waktu khusus untuk belajar yaitu pada malam hari dimana siswa mengerjakan pr nya dan tanpa pengawasan lagi dari orang tua mereka. Di luar jam sekolah mereka juga sering mengikuti kegiatan tertentu seperti les private, les musik, dan kegiatan ekskul lainnya. Para siswa juga lebih giat dan termotivasi belajarnya disaat nilai mereka mulai memburuk serta apabila diiming-imingi atau dijanjikan sesuatu oleh orang tuanya.

Evaluasi
No. Kegiatan Tanggal Perencanaan Tanggal Pelaksanaan Tempat
1.

2.

3.

4.



5.

 6.

7.

8.
9.

10.


11.
Pemilihan Topik dan Judul Proyek Mini
Menentukan metode wawancara
Menentukan kebutuhan wawancara
Permohonan surat izin kepada pihak fakultas untuk mengunjungi sekolah yang akan diwawancara
Permohonan izin kepada pihak sekolah untuk wawancara
Membuat pertanyaan wawancara
Membeli kebutuhan wawancara
Pelaksanaan wawancara
Membuat pendahuluan dan landasan teori
Diskusi penyimpulan hasil wawancara dan pembuatan poster
Memposting keseluruhan hasil
25 April 2012

25 April 2012

25 April 2012

7 Mei 2012



11 Mei 2012

 12 Mei 2012

16 Mei 2012

16 Mei 2012
19 Mei 2012

21 Mei 2012


1 Juni 2012
25 April 2012

25 April 2012

25 April 2012

11 Mei 2012



14 Mei 2012

 15 Mei 2012

16 Mei 2012

16 Mei 2012
19 Mei 2012

21 Mei 2012


7 Juni 2012
Di kampus

Di kampus

Di kampus

Di kampus



Di sekolah

Di kampus

Di majestik

Di sekolah
Di tempat makan

Di kampus


Di warnet

Poster
Testimonial Anggota
Siti Melisa Harahap (11-005)
Pertama kali saya mendengar tugas proyek mini ini saya langsung berpikiran segala hal yang rumit. Karena tugas ini langsung terjun ke lapangan dan berhadapan dengan orang-orang yang baru. Mungkin kalau tugas ini bukan tugas perkelompok dari awal sampai akhir saya pasti akan kebingungan. Tetapi karena dengan teman-teman sekelompok yang saling membantu akhirnya tugas ini selesai juga.  Dan saya rasa yang paling penting adalah kekompakkan dari satu tim.
Setelah dijalani semuanya ternyata asumsi saya mengenai kerumitan proyek mini adalah salah. Kalau dengan niat pasti semuanya pasti akan terasa lebih cepat. Dan dari tim kami sendiri mungkin hanya jadwal waktu saja yang membuat kami agak lama mengerjakannya. Terima kasih buat teman-teman yang sudah membantu kami dalam penyelesaian tugas proyek mini ini. Dan saya juga mengucapkan terima kasih kepada pihak sekolah SMA Kemala Bhayangkari yang sudah membantu kami mengerjakan tugas ini dan juga kepada Ibu Dina yang memberikan tugas ini sebagai gambaran untuk skripsi dan sebuah pengalaman yang sangat membantu saya ke depannya :)

Adinda Andini (11-009)
Menurut saya ini pengalaman yang sangat menantang bagi saya ,karna saya di tuntut untuk lebih peka ,lebih aktif serta lebih bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugas mini proyek ini . Kesulitan yang saya dan kelompok saya dapatkan adalah kendala waktu yang bentrok dengan  jadwal mata kuliah kami dengan pihak sekolah yang akan kami wawancara  .Tetapi hal ini membuat kami tertantang dan  lebih mengefisiensi waktu.Saya sangat bersyukur dengan semua tantangan yang telah diberikan kepada kami ,kami dapat melewatinya dengan baik walaupun sedikit ada hambatan tetapi kami bisa menutupinya dengan saling bekerja sama antara satu dengan yang lain karna setiap anggota kelompok kami saling membantu dan memiliki porsi yang sama dalam penyelesaian tugas mini proyek mini tersebut.Saya perwakilan dari kelompok ingin mengucapkan terima kasih kepada ibu Dina karna telah memberi kepercayaan kepada kami untuk menyelesaikan tugas mini proyek tersebut .Hanya ini yang bisa saya ucapkan ,apab
ila ada kekurangan mohon dimaafkanTerima kasih .
Pritta Astuti Suryaningtyas (11-023)
Ini adalah tugas lapangan pertama yang saya lakukan dari semua mata kuliah yang saya  jalani, pertama kali juga untuk turun ke lapangan untuk meneliti secara langsung. Awalnya saya merasa sangat sulit dalam melakukan tugas ini. Karena sebelum melakukan mini proyek ini dosen pengampuh tidak memberi pengarahan yang jelas terlebih dahulu. Tetapi dengan terjun langsung ke lapangan, saya bisa nanyak langsung dan bertatapan muka dengan narasumber. Dengan bertatapan muka langsung saya juga bisa melihat secara langsung apa reaksi mereka ketika menjawab  semua pertanyaan.  Dengan adanya tugas proyek mini saya bisa belajar bagaimana ketika mendapatkan tugas praktek lapangan,hal-hal apa saja yang harus dilakukan ketika turun lapangan. Yang membuat tugas ini agak repot mungkin cara pengerjaan nya yang terlalu rumit. Tugas proyek mini ini mengajarkan saya bagaimana kondisi ketika harus turun ke lapangan secara langsung.


Kamis, 07 Juni 2012

Manfaat Yoga bagi Kesehatan Tubuh



manfaat yoga Manfaat Yoga diketahui telah terbukti secara ilmiah untuk kesehatan tubuh kita. Penyakit-penyakit berat diyakini dapat dikontrol jika kita melakukan dengan teratur. Waktu terbaik melakukan latihan ini adalah saat fajar atau bisa saja kita mempraktekkannya larut malam. Dianjurkan dilakukan saat perut kita sedang kosong dan berada pada tempat yang bersih serta sirkulasi udara yang baik. Selain itu, lingkungan juga harus bebas dari segala gangguan, tidak berisik. Tidak lupa pakaian yang digunakan juga sebaiknya yang nyaman. Tidak perlu memakai alas kaki. Dan satu hal yang penting yaitu menjadikan latihan ini sebagai suatu kebiasaan kita.

Yoga Bermanfaat untuk Kesehatan Fisik

Dengan melakukan latihan yang bisa dikatakan memiliki nilai seni ini, kita bisa mengambil manfaat untuk fisik tubuh kita. Manfaat dari yoga secara fisik sendiri meliputi fleksibilitas, kekuatan, mengembangkan otot, dan mencegah nyeri. Dengan melakukan gerakan-gerakan yang dapat membantu meregangkan dan meningkatkan fleksibilitas tubuh, kelenturan tubuh kita akan meningkat. Beberapa pose juga mengharuskan kita harus menopang berat dari tubuh. Oleh karena itu jika melakukan latihan dengan perpindahan satu pose ke pose lain akan meningkatkan pula kekuatan kita. Dengan peningkatan fleksibilitas serta kekuatan dari tubuh kita tentunya akan mencegah sakit punggung. Hal lain dari manfaat yoga secara fisik adalah pengencangan otot serta peningkatan dari massa otot.

Manfaat Yoga untuk Kesehatan Mental

Bentuk latihan ini memang menekankan tingkat konsentrasi yang tinggi. Dengan konsentrasi tinggi, tentunya memiliki pengaruh positif terhadap ketenangan pikiran. Teknik meditasi merupakan kunci dari penenangan pikiran. Tentunya hal ini dapat mengurangi serta mencegah terjadinya stres. Selain itu jika kita lakukan secara teratur, manfaat yoga akan berkembang menjadi kearah peningkatan kesadaran serta kesiagaan tubuh.

Yoga Untuk Si Kecil

Tidak hanya untuk dewasa, anak kecil pun dapat melakukan latihan yoga ini. Pendekatan yang dilakukan tentunya berbeda. Anak kecil cenderung diajak untuk bermain. Jika dilakukan dengan rutin tentunya perkembangan serta pertumbuhan mereka akan mendapatkan dampak positif. Anak tentunya masih berada dalam masa pertumbuhan, sehingga akan berperan pada otot, tulang, mobilitas gerak motorik kasar serta fleksibilitas mereka. Selain itu, kinerja dari hormon tubuh menjadi lebih seimbang. Mengenai fungsi secara kognitif tentunya diharapkan mampu melatih memori serta konsentrasi mereka. Gerakan yang mengharuskan dilakukan secara kontinyu dan berulang-ulang menjadi kuncinya. Satu hal utama yang bisa ditekankan adalah membantu anak untuk belajar berpikir meniru gerakan dengan benar. Bagi anak kecil meniru gerakan memang membutuhkan kreativitas. Jika latihan ini dilakukan dengan baik serta secara teratur juga diharapkan peran dari orang tua. Pendampingan orang tua atau jika perlu mereka melakukan bersama ibu akan menjaga hubungan dekat antara orang tua dan anak. Dengan adanya pendampingan diharapkan juga manfaat yoga semakin bisa dirasakan oleh si kecil.

Sumber : www.kesehatan123.com

CARL GUSTAV JUNG


Jung dilahirkan pada tanggal 26 Juli 1875 di Kesswil dan meninggal pada tanggal 6 Juni 1961 di Kusnach, Swiss. Ia lulus dari Fakultas kedokteran Universitas Basle pada tahun 1900. Pada tahun 1923 ia berhenti menjadi dosen untuk mengkhususkan dirinya dalam riset-riset. Sejak 1906 ia mulai tulis menulis surat kepada Sigmund Freud yang baru dijumpainya pertama kali setahun kemudian yakni tahun 1907. Pertemuan yang terjadi di Wina tersebut sangat mengesankan kedua belah pihak, sehingga terjadi tali persahabatan antara mereka. Freud begitu menaruh kepercayaan kepada Jung, sehingga Jung dianggap sebagai orang yang patut menggantikan Freud di kemudian hari (Sarlito Wirawan Sarwono, 1978: 186-187).

Carl Gustav Jung adalah murid Sigmund Freud. Freud adalah adalah penggagas psikoanalisa yang merupakan seorang Jerman keturunan Yahudi. Ia dilahirkan pada tanggal 6 Mei 1865 di Freiberg, dan pada masa bangkitnya Hitler ia harus melarikan diri ke Inggris dan meninggal di London pada tanggal 23 September 1939 (Sarlito Wirawan Sarwono, 1978: 175).

Meskipun mengambil beberapa pendapat gurunya, ia tidak sepenuhnya sependapat dengan Freud, terutama karena gurunya tersebut terlalu menekankan pada seksualitas dan berorientasi terhadap materialistis dan biologis di dalam menjelaskan teoriteorinya


Doktrin Jung

Doktrin Jung yang dikenal dengan psikologi analitis (analytical psychology), sangat dipengaruhi oleh mitos, mistisisme, metafisika, dan pengalaman religius (Yadi Purwanto, 2003: 121). Ia percaya bahwa hal ini dapat memberikan keterangan yang memuaskan atas sifat spiritual manusia, sedangkan teori-teori Freud hanya berkecimpung dengan hal-hal yang sifatnya keduniaan semata. (Carl Gustav Jung, 1989: 10.)

Jung mendefinisikan kembali istilah-istilah psikologi yang dipakai pada saat itu, khususnya yang dipakai oleh Freud. Ego, menurut Jung, merupakan suatu kompleks yang terletak di tengah-tengah kesadaran, yakni keakuan.

Istilah Freud lainnya yang didefinisikannya kembali adalah libido. Bagi Jung, libido bukan hanya menandakan energi seksual, tetapi semua proses kehidupan yang penuh energi: dari aktivitas seksual sampai penyembuhan (Kohnsamm dan B.G Palland, 1984: 92).

Id, ego, dan superego, adalah istilah istilah yang tak pernah dipakai oleh Jung. Sebagai gantinya, ia menggunakan istilah conciousness (kesadaran), personal unconciousness (ketidaksadaran pribadi), dan collective unconciousness (ketidaksadaran kolektif

Conciousness dan personal unconciousness sebagian dapat diperbandingkan dengan id dan ego, tetapi terdapat perbedaan yang sangat berarti antara superego-nya Freud dengan collective unconciousness, karena Jung percaya bahwa yang terakhir ini adalah wilayah kekuatan jiwa (psyche) yang paling luas dan dalam, yang mengatur akar dari empat fungsi psikologis, yaitu sensasi, intuisi, pikiran, dan perasaan. Selain itu, juga mengandung warisan memori-memori rasial, leluhur dan historis.

Untuk dapat mengerti aspek-aspek metafisik dalam teori mimpi Jung, menurut penulis kita harus menelusuri dan memahami berbagai terma yang biasa dipakai oleh Jung di dalam menguraikan teori mimpinya.

Archetype dan Autonomous Complex

Dalam psikologi Jung, ketidaksadaran kolektif dapat terdiri atas komponen komponen dasar kekuatan jiwa yang oleh Jung disebut sebagai archetype. Archetype merupakan konsep universal yang mengandung elemen mitos yang luas. Konsep archetype ini sangat penting dalam memahami simbol mimpi karena ia menjelaskan kenapa ada mimpi yang memiliki makna universal, sehingga bisa berlaku bagi semua orang. Dan ada pula mimpi yang sifatnya pribadi dan hanya berlaku untuk orang yang bermimpi saja. Jung memandang archetype ini sebagai suatu autonomous complex, yaitu suatu bagian dari kekuatan jiwa yang melepaskan diri dan bebas dari kepribadian. Kohnsamm dan B.G Palland, 1984: 92)

Bagi Jung pandangan Freud terlalu menjagokan pandangan seksualitas dan orientasi yang mekanistis-biologis. Jung mengajak psikolog untuk meyakini asumsi dasar yang berbeda, ia menyatakan bahwa manusia selalu terkait erat dengan mitos, hal mistis, metafisis, dan pengalaman religius.

Jung melihat manusia sebagai makhluk biologis yang jiwanya berkait erat dengan pola-pola primordial. Manusia memang memiliki aspek kesadaran dan ketidaksadaran bahkan kumpulan kolektif ketidaksadaran yang berbeda dengan dorongan Id menurut Freud. Dengan adanya ketidaksadaran kolektif, manusia memiliki sifat universal dalam hal sensasi, suara qalbu, pikiran dan perasaan.

Argumentasi yang diajukan adalah bahwa manusia memiliki nenek moyang yang sama, ras keturunan dari satu induk dan dengan demikian memiliki akar historis yang relatif sama. Evolusi manusia tidak sepenuhnya menghilangkan dasar memori yang terwariskan dari nenek moyang.

Jung menyatakan hal tersebut sebagai arketif-arketif (archetypes) yang menjadi dasar dari jiwa manusia.

Persona

Personal autonomous complex atau archetype dipandang oleh Jung sebagai bagian dari dari kekuatan jiwa. Ia menyebutnya sebagai persona, bayang-bayang, anima, dan animus (Kohnsamm dan B.G Palland, 1984: 87-88). Hal-hal inilah yang muncul dalam mimpi, dalam bentuk figur-figur yang dikenal atau tidak dikenal oleh orang yang bermimpi.

Persona adalah wajah yang ditampilkan oleh individu. Persona merupakan kepribadian yang sadar, yang dapat diidentikkan dengan ego-nya Freud. Dalam mimpi, ia muncul dalam bentuk sesosok figur yang melambangkan aku dalam suasana tertentu. Kadang-kadang, dapat berupa seorang tua yang keras, wanita bijak, orang gagah, badut, atau anak kecil. Inilah perilaku dari dari pikiran penghasil mimpi kita. Kadang kala, dalam mimpi, hal ini akan diimbangi dengan sebuah karakter yang memainkan peran yang berlawanan. Contohnya, seseorang yang dalam keadaan sadar sebagai sosok yang bermoral, ketika di dalam mimpi bisa jadi berupa seorang bajingan atau sebaliknya.

Bayang-bayang

Sisi kuat dari kepribadian seorang individu biasanya mendominasi seluruh persona. Aspek-aspek yang lebih lemah dominasinya hanya menjadi bayangbayang diri. Jung mengistilahkannya dengan autonomous complex atau archetype yang lain, yang muncul ke permukaan di dalam mimpi. Kadang-kadang, naluri dan desakan diwujudkan dalam bentuk bayang-bayang, bersama perasaan perasaan negatif dan destruktif. Ia dapat berupa satu sosok yang mengancam, yang menyamar sebagai seseorang yang tidak disukai oleh orang-orang yang bermimpi.

Satu cara untuk mengenali bayang-bayang figur di dalam sebuah mimpi adalah dengan mengamati reaksi dan perasaan kita yang paling negatif terhadap seseorang atau suasana tertentu, karena hal yang paling tidak kita sukailah yang membentuk inti dari bayangan tersebut.

Anima dan Animus

Anima dan animus adalah istilah yang dibuat oleh Jung untuk menggambarkan karakteristik dari seks yang berlawanan, yang ada dalam setiap diri laki-laki dan perempuan. Anima adalah sifat kewanitaan yang tersembunyi di dalam diri laki-laki, sedangkan animus adalah sifat kelaki-lakian yang tersembunyi dalam diri perempuan (Kohnsamm dan B.G Palland, 1984: 94-96).

Anima adalah pusat kasih sayang, emosi, naluri, dan intuisi dari sisi kepribadian laki-laki. Archetype ini merupakan bentuk kolektif dari seluruh perempuan yang dikenali oleh seorang laki-laki dalam hidupnya, khususnya ibunya sendiri. Bergabungnya sifat tersebut ke dalam kepribadiannya memungkinkan seorang laki-laki untuk mengembangkan sisi sensitif dari tabiatnya, sehingga memungkinkannya untuk menjadi individu yang tidak terlalu agresif, baik hati, hangat dan penuh pengertian. Memungkiri atau menekan anima
mengakibatkan timbulnya sifat keras kepala, keras, kaku, dan bahkan kejam secara fisik maupun emosi.

Animus adalah sisi praktis, independen, percaya diri, dan keberanian mengambil resiko dari kepribadian wanita. Sebagai sebuah archetype, hal ini merupakan bentuk kolektif dari seluruh laki-laki yang dikenal oleh seorang wanita di dalam hidupnya, terutama ayahnya sendiri. Bergabungnya sifat ini ke dalam memungkinkan dirinya untuk menjadi seorang pemimpin, pengelola yang baik, dan pencari nafkah. Namun, jika seorang wanita mengabaikan aspek-aspek ini dalam dirinya, maka ia menjadi cengeng, tergantung, cerewet, dan tidak aman.


Dengan adanya kesepakatan terhadap archetype ini, memungkinkan lakilaki dan wanita dapat memahami dengan lebih baik terhadap lawan jenisnya. Hal ini juga akan memberdayakan mereka untuk memperluas dan mengembangkan kemampuan mereka secara maksimal. Munculnya anima atau animus dalam mimpi seseorang menunjukkan integrasi kepribadian. Oleh Jung, integrasi ini disebut sebagai proses individuasi (Carl Gustav Jung, 1989: 16-17)


Diri yang "Ideal"

Diri, sebagai sebuah archetype mewakili tabiat ideal dan spiritual dari lakilaki dan wanita. Ketika diri muncul di dalam mimpi, biasanya menunjukkan bahwa proses individuasi telah selesai. Dalam mimpi seorang laki-laki, diri muncul sebagai laki-laki tua yang bijak. Dalam mimpi seorang wanita, figur ini berwujud ibu yang agung. Masing-masing dari figur ini memiliki empat aspek yang mewakili empat sifat dari kekuatan jiwa, yakni kecerdasan, emosi, kepraktisan, dan intuisi. Namun sifat-sifat ini juga memiliki aspek positif dan negatifnya (Carl Gustav Jung, 1989: 10).

Keempat aspek ganda dari kewanitaan dan kelelakian tersebut membentuk karakteristik archetype dasar dari seorang individu. Jarang sebuah aspek mendominasi sepenuhnya, namun bila hal itu sampai terjadi, maka dikenali sebagai eksentrisitas. Keseimbangan di antara keempat sifat yang posiif tadi perlu diusahakan, ditambah dengan pengenalan terhadap empat karakteristik yang berlawanan, yang dapat muncul dalam keadaan tertentu

Figur-figur archetype simbolis

Figur-figur yang muncul didalam mimpi mewakili sifat-sifat yang tersembunyi di dalam diri kita. Ini dapat disimbolkan dengan benda atau tokoh. Misalnya, laba-laba betina yang suka menyantap pejantannya ( jenis Black Widow ), menggambarkan aspek negatif dari ibu atau istri. Dongeng tentang pangeran dan puteri yang hidup berbahagia sampai akhir masa, Cinderella, dan Putri Salju, adalah gambaran sifat-sifat romantis. Ketika kita sedang mencari pasangan lain jenis, citra-citra inilah yang menyamar di alam tidur kita, seperti kata ungkapan " pria dan wanita impian" (Kohnsamm dan B.G Palland, 1984: 94 - 96).

Bagi Jung mimpi adalah upaya memanipulasi reaksi terhadap lingkungan dengan persona sebagai pemeran subyek dalam mimpi. Persona dalam mimpi dapat berwujud berbagai bentuk: figur ibu, laki-laki, perempuan ataupun seribu wajah. Persona memang dapat bersandiwara memerankan arketif, berupa bayangbayang (the shadow). Mimpi adalah gambaran adanya arketif-araketif purbakala, seolah-olah mimpi merupakan arena menemukan kembali jati diri kuno sebelum berevolusi. Jika kita mengikuti pendapat Jung, maka boleh jadi seorang bayi yang tidur sambil tersenyum, menggambarkan ia sedang bermimpi hidup di surga, suatu alam sebelum ia lahir ke bumi, karena bagi Jung mimpi indah adalah bayang-bayang pengalaman surgawi.

Terdapat pula bayang-bayang yang terbentuk dari insting hewani yang terproyeksikan dalam simbol-simbol tertentu. Sebagai misal: perasaan bersalah (dosa) diproyeksikan dalam bentuk mimpi tentang kejahatan atau musuh. Salah satu cara untuk mengenali figur yang digambarkan oleh bayangan dalam mimpi, kita perlu memeriksa reaksi yang paling negatif atau positif perasaan kita pada orang dan lingkungan di sekitar kita, baik figur ayah maupun ibu.

Pemilihan simbol-simbol mimpi dapat berasal dari lingkungan internal dan eksternal. Simbol yang diperoleh dari luar merupakan simbol yang berhasil direkam oleh individu, simbol-simbol ini mudah untuk dimaknai karena terjadi dalam tataran kesadaran. Berbeda dengan simbol-simbol yang diperoleh dari internal, yakni kumpulan kolektif-ketidaksadaran, akan melahirkan mimpi yang mistis, aneh, dan karena tidak biasa menganggapnya sebagai omong kosong.

Kenyataannya, di dalam mimpi kita melakukan komunikasi dengan diri kita sendiri. Bahasa yang kita pergunakan tidaklah harus simbolik, melainkan imajinatif yang sangat kuno yang hanya dimengerti dengan bahasa sensasi, pikiran, emosi, dan memori kejiwaan arketif.
Simbol-simbol arketif ini relatif sama bagi semua manusia, karena kita mengalami masalah kehidupan yang sama, kecemasan, kesulitan, ambisi, keinginan, frustasi, insting, dan dorongan yang kesemuanya diwakili oleh bahasa imajinasi yang sama.

Sumber :psikologicenterblogspot.com

BLENDED LEARNING

Perkembangan internet dalam satu dasawarsa terakhir ikut memengaruhi metode pembelajaran. Salah satu metode baru yang menyebar luas di dunia pendidikan barat, seperti Amerika, Inggris, dan Australia adalah metode pembelajaran yang dikenal sebagai “Blended Learning”.

Blended Learning secara sederhana dapat didefinisikan sebagai perpaduan metode belajar tatap muka (di dalam kelas) dengan materi yang diberikan secara online. Metode ini sangat efisien karena selain mahasiswa bisa mendapatkan perkuliahan tatap muka dengan dosen di dalam kelas, mereka juga bisa mengakses materi yang diberikan secara online di manapun mereka berada.

Secara umum ada dua alasan mengapa metode ini perlu dikembangkan di perguruan tinggi, terkait dengan pendidikan dan bisnis. Dari segi pendidikan, Blended Learning akan memberikan dua keuntungan, baik untuk pengajar maupun mahasiswa melalui istilah yang disebut dengan “differentiated instruction” (perbedaan instruksi) dan “pacing and attendance” (kenyamanan dan kehadiran).

Differentiated instruction melibatkan pembelajaran yang didesain untuk mahasiswa. Dalam hal ini, pengajar akan menentukan muatan kurikulum, lingkungan dan aktivitas pembelajaran yang bisa diberikan secara online dan tatap muka berdasarkan tingkat kesukaran, minat dan gaya belajar mahasiswa.

Pengajar juga menentukan kapan saatnya mahasiswa bekerja secara kelompok di dalam komunitas belajar dan bisa juga menambahkan materi yang tidak tersedia di dalam modul online dan sulit dipahami untuk diajarkan secara tatap muka.

Berikutnya, pada “pacing and attendance” mahasiswa secara mandiri bisa menentukan kapan saatnya belajar. Jika mereka tidak bisa hadir di dalam kelas, dikarenakan sakit misalnya, mereka masih bisa melihat beberapa materi yang tertinggal yang diberikan secara tatap muka dengan mengaksesnya secara online, sehingga mereka masih bisa tetap aktif terlibat dan tidak ketinggalan materi dari temannya.

Dilihat dari segi bisnis, Blended Learning bisa menjadi prospek masa depan mengingat metode ini dapat menghemat biaya. Baik institusi ataupun mahasiswa, keduanya diuntungan dengan metode ini.

Sebagai contohnya, berapa budget yang harus dikeluarkan oleh sebuah institusi dalam sekali perkuliahan yang diadakan secara tatap muka? Nah, Blended Learning ini dapat menjadi alternatif untuk menghemat pengeluaran yang dibutuhkan dalam setiap kali pembelajaran tatap muka seperti biaya untuk akomodasi dosen (makan, transport, hotel, honorarium) dan kebutuhan lain yang diperlukan dalam perkuliahan  tatap muka (listrik dan jumlah gedung/ruangan yang dibutuhkan).

Sementara  mahasiswa juga mendapat keuntungan yang  sama. Mereka bisa mengerjakan aktivitas yang lain seperti browsing dan hunting buku, atau bahkan mereka bisa tetap aktif bekerja. Lebih lanjut, mahasiswa juga tidak perlu mengeluarkan biaya untuk bisa hadir di dalam perkuliahan tatap muka.

Riset yang dilakukan Universitas Central Florida menunjukkan keberhasilan mahasiswa yang belajar dengan metode Blended Learning menduduki peringkat pertama (51%) dibandingkan dengan online penuh (48,3%) ataupun tatap muka di dalam kelas (48,2%).

Metode ini sudah jelas akan dirasakan manfaatnya oleh semua komponen perguruan tinggi, seperti Universitas, fakultas, dan mahasiswa. Pihak Universitas bisa menjadikan Blended Learning ini sebagai strategi kompensasi akan terbatasnya ruang kelas yang dimiliki untuk pembelajaran secara tatap muka.

Disamping itu, metode ini dapat digunakan sebagai cara untuk mendorong agar tercipta kolaborasi antar fakultas didalam mewujudkan visi dan misi universitas.

Metode ini juga sangat cocok bagi fakultas untuk mengembangkan dan menanamkan keterlibatan mahasiswa akan perkuliahan yang diadakan karena mahasiswa harus aktif mengikuti perkembangan yang terjadi di dalam kampusnya.

Selanjutnya, Blended Learning ini dapat dijadikan sebagai jembatan dalam masa transisi antara pembelajaran secara tatap muka di kelas dan pembelajaran yang diberikan secara online sepenuhnya.

Dan yang terakhir, Blended Learning ini sangat bermanfaat untuk mahasiswa karena metode ini menawarkan kenyamanan belajar yang diberikan secara online dan tatap muka. Ketika mahasiswa kurang mengerti akan suatu pokok permasalahan, mereka bisa mendiskusikannya secara langsung di dalam kelas ataupun secara online.

Tentu saja untuk mencapai kesuksesan penerapan metode tersebut diperlukan akses dan koneksi internet yang cepat.  Maka dari itu, perlu ada kerja sama antara provider jasa internet dan pihak universitas.

Sumber :Kompas.com

HENRY ALEXANDER MURRAY

Henry Alexander Murray dilahirkan di New York pada tanggal 13 Mei 1893 dan meninggal pada tahun 1988. Sama seperti pandangan psikoanalisa, Henry Murray juga berpendapat bahwa kepribadian akan dapat lebih mudah dipahami dengan cara menyelidiki alam ketidaksadaran seseorang (unconscious mind). Murray menjadi professor psikologi di Harvard University dan mengajar disana lebih dari 30 tahun.
Peranan Murray di bidang psikologi adalah dalam bidang diagnosa kepribadian dan teori kepribadian. Hasil karya terbesarnya yang sangat terkenal adalah teknik evaluasi kepribadian dengan metode proyeksi yang disebut dengan “Thematic Apperception Test (TAT)”. Test TAT ini terdiri dari beberapa buah gambar yang setiap gambar mencerminkan suatu situasi dengan suasana tertentu. Gambar-gambar ini satu per satu ditunjukkan kepada orang yang diperiksa dan orang itu diminta untuk menyampaikan pendapatnya atau kesannya terhadap gambar tersebut. Secara teoritis dikatakan bahwa orang yang melihat gambar-gambar dalam test itu akan memproyeksikan isi kepribadiannya dalam cerita-ceritanya. (www.wikipedia.com).
a. Teori Personologi.
Murray berpandangan bahwa manusia harus difahami sebagai kesatuan pribadi yang utuh. Sebagian tingkah laku manusia harus difahami dari hubungannya dengan fungsi lainnya, seperti lingkungan, pengalaman masa lalu, ketidak sadaran dan kesadaran, serta fungsi otaknya. Kesemuanya itu harus ditangkap secara keseluruhan agar dapat difahami makna dari proses kepribadian seseorang. Teori kepribadian memang memberi hukum-hukum yang mungkin berlaku umum bagi setiap orang, namun pemahaman tentang diri seseorang harus didilakukan secara personal. Berdasarkan pemikiran inilah ia menamakan teorinya “personologi” untuk menekankan bahwa psikologi kepribadian seharusnya mengkonsentrasikan diri pada kasus individual: pribadi.
Teori ini terfokus pada individu-individu dengan seluruh kompleksitasnya dan segi pandangan ini diringkaskan dengan istilah personologi, yang diciptakan oleh Murray (1983), untuk memberi label bagi usaha-usahanya sendiri dan usaha orang lain yang memiliki keprihatinan mendalam untuk memahami individu secara penuh. Secara konsisten Muray menekankan kualitas organic tingkah laku dengan menyatakan bahwa satu bagian tingkah laku tidak dapat dipahami terlepas dari semua bagian lainya dalam pribadi yang berfungsi.
Masa lampau individu benar-benar sama pentingnya seperti keadaan individu beserta lingkungannya di masa kini. Kesamaan teori ini dengan teori psikoanalisis adalah penekanan tentang pentingnya motivasi tak sadar dan perhatian yang mendalam pada laporan verbal individu yang bersifat subjektif termasuk khayalannya. Dalam banyak hal, ciri yang paling khusus dari teori ini adalah pembahasannya sangat terinci dan sangat seksama tentang motivasi. Bagan konsep motivasi Muray telah digunakan secara luas dan sangat berpengaruh. Ciri khusus selanjutnya dari teori ini adalah tekanan yang konsisten pada proses fisiologis yang terjalin secara fungsional, yang mengiringi semua proses psikologis.
Menurut Murray (Lindzey, 1993), kepribadian adalah abstraksi yang dirumuskan oleh teoritisi dan bukan semata-mata deskripsi tingkah laku orang, karena rumusan itu didasarkan pada tingkah laku yang dapat diobservasi dan factor-faktor yang dapat disimpulkan dari observasi itu. Prinsip-prinsip pokok dasari teori kepribadian Murray adalah:
1. Proses Psikologis bergantung kepada proses fisiologis. Bagi Murray kepribadian muthlak tergantung kepada fungsi system syaraf. Peran otak untuk mengontrol dan memproses semua aspek kepribadian yang eksis di otak seperti perasaan, kesadaran, ingatan, keyakinan, sikap, ketakutan, niali-nilai, dan aspek-aspek lainnya disebut regnant.
2. prinsip mencakup semua hal (all-embarcing principle): kepribadian dalam konsep yang dapat menjelaskan tingkah laku. Para Freudian berpendapat bahwa orang bertingkah laku untuk menghilangkan tegangan dan mendapatkan kepuasan, tetapi menurut Murray, bukan bebas tanpa tegangan yang diinginkan dan yang memuaskan organisme. Kepuasan itu diperoleh dari melakukan aktivitas, proses mengurang tegangan atau mengubah tingkat kebutu3han tegangan (need-induced tension). Keadaan tanpa tegangan justru menjadi sumber distress, karena manusia terus-menerus memiliki keinginan merasa senang, aktif, maju, bergerak dan berusaha, yang smuanya itu adalah peningkatan tegangan, bukan peredaan tegangan. Jadi organisme justru menciptakan tegangan untuk memperoleh kepuasan dari atiivitas memuaskan kebutuhan.
3. organisasi longitudinal, yaitu anggapan bahwa terdapat pusat yang mengorganisir dan mengatur proses dalam diri individu,proses yang fungsinya untuk mengintegrasikan kekuatan yang sling bertentangan yang dihadapi individu, memuaskan kebutuhan individu, dan merencanakan pencapaian tujuan individu.
b. Struktur Kepribadian
Cara Muray merumuskan kepribadian menunjukkan bahwa ia sangat berorientasi pada pandangan yang memberi bobot memadai pada sejarah organisme, fungsi kepribadian yang bersifat mengatur, ciri-ciri berulang dan baru pada tingkah laku individu, hakikat kepribadian yang abstrak dan proses fisiologis yang mendasari proses psikologis.
Id-Ego-Superego
Murray sebenarnya juga seorang psikoanalis, pelopor penelitian fikiran-fikiran psikoanalitik yang berusaha menerjemahkan konsep-konsep Freud dan Jung kedalam hypothesis yang dapat diuji. Menurut Murray (Alwisol:2007), masa lalu, masa kini dan masa yang akan dating memiliki bobot yang setara untuk menentukan tingksh laku, sehingga motivasi tak sadar menjadi tidak terlalu penting. Ia masih memakai konstruk Id-Ego-Superego, meskipun dengan pengertian yang berbeda, yaitu:
1. Id, Murray menambahkan dari teori freud tentang id, bahwa menurutnya id tidak hanya berisi impulsive primitif, amoral, dan kenikmatan, tetapi juga berisi impuls yang dapat diterima baik dan diharapkan masyarakat seperti empati,cinta dan memahamui lingkungan.
2. Ego, Murray memberi peran ego lebih luas dari freud. Menurutnya sebagai unsure rasional dari kepribadian, ego bukan hanya melayani, mengubah arah, dan menunda impuls id yang tak terima, tetapi ego juga menjadi pusat pengatur semua tingkah laku, mencari membuat peluang untuk memperoleh kepuasan id positif.
3. superego, Murray menekankan pada pentingnya pengaruh kekuatan lingkungan social atau kultur dalam kepribadian. Ia menolak pendapat freud bahwa superego telah terkristalisali pada usia 5 tahun. Menurutnya superego terus-menerus berkembang sepanjang hayat merefleksikan pengalaman manusia yang semakin dewassa semakin kompleks dan canggih.
Penting untuk diperhatikan bahwa konsepsi Muray tentang superego dan ego ideal memberikan ruang gerak yang lebih luas bagi perubahan dan perkembangan dalam tahun sesudah masa kanak-kanak. Muray menekankan pembentukan-pembentukan kepribadian yang lebih positif. Ia yakin bahwa ada proses formatif dan konstruktif yang tidak hanya berguna bagi kelangsungan hidup, tetapi juga memiliki energi, tujuan dan pemenuhan-pemenuhannya sendiri. Imajinasi yang kreatif merupakan aspek kepribadian yang paling kuat dan merupakan aspek yang kerapkali paling sedikit diberi kesempatan untuk berkembang.
c. Dinamika Kepribadian
Teori Murray yang paling khas dalam Psikologi adalah tentang perjuangan, pencarian, keinginan, hasrat dan kemauan manusia. Kebanyakan orang menganggap teori dari Murray merupakan teori motivasi atas dasar adanya konsep kebutuhan. Konsep kebutuhan yang dimaksud Murray yaitu menggambarkan factor-faktor penentu tingkah laku penting dalam pribadi.
Dalam membahas teori Murray, konsep kebutuhan merupakan pembahasan pertama, selanjutnya adalah tekanan, reduksi tegangan, tema, integrasi kebutuhan, tema kesatuan dan regnansi lalu konsep tentang nilai dan faktor.
Murray menyatakan bahwa kebutuhan merupakan sesuatu yang abstrak, tetapi berkaitan dengan proses-proses fisiologis dalam otak. Beberapa kebutuhan dibarengi oleh emosi-emosi tertentu dan seringkali dibarengi oleh tindakan tertentu untuk menghasilkan keadaan akhir yang efektif.
Murray menyatakan bahwa adanya kebutuhan dapat disimpulkan dari:
a) akibat atau hasil akhir tingkah laku
b) pola atau cara khusus tingkah laku yang bersangkutan
c) perhatian dan respon selektif terhadap kelompok objek stimulus tertentu
d) ungkapan emosi atau perasaan tertentu
e) kekecewaan apabila tidak tercapai sesuatu yang diinginkan
Tipe-tipe kebutuhan
Ada beberapa hal yang penting untuk membedakan aneka tipe kebutuhan, diantaranya:
1) ada perbedaan antara kebutuhan-kebutuhan primer dan kebutuhan-kebutuhan sekunder.
2) Ada perbedaan antara kebutuhan-kebutuhan terbuka dan kebutuhan-kebutuhan tertutup.
3) Ada kebutuhan yang memusat dan kebutuhan yang menyebar.
4) Ada kebutuhan proaktif dan kebutuhan reaktif.
5) Terdapat perbedaan antara kegiatan proses, kebutuhan-kebutuhan modal dan kebutuhan-kebutuhan akibat
Kebutuhan-kebutuhan itu tidak dapat bekerja sendiri-sendiri dan bentuk interaksi antara kebutuhan yang satu dengan yang lain sangat penting.
Tekanan
Konsep tekanan menggambarkan factor-faktor penentu tingkah laku yang efektif dan penting dalam lingkungan. Maksudnya orang yang memudahkan atau menghalangi usaha individu untuk mencapai tujuan tertentu.
Reduksi tegangan
Sama seperti freud, Secara umum Murray berpendapat bahwa manakala bangkit need, orang berada dalam tension, dan kepuasanlah yang mereduksi tension. Murray menambahkan dua hal. Pertama, orang sering secara aktif berusaha mengembangkan atau meningkatkan tension dalam rangka meningkatkan kenikmatan yang mengikuti tension reducsion. Kedua, pada jenis need tertentu, seperti hal yang terlibat dengan permainan drama atau aktivutas artistic, kesenangan yang membarengi kegiatan itu termasuk dalam pemuasan need. Jadi kepuasan tidak hanya diperolehdari tercapinya tujuan, tetapi terlibat dalam suatu aktivitas, tidak peduli tension menjadi turun atau malah naik, dapat memberi kepuasan.
Tema
Tema menyangkut interaksi antara kebutuhan dan tekanan. Ada macam-macam tema, mulai dari perumusan yang sderhana tentang interaksi subjek sampai pada perumusan yang lebih umum.
Integrasi kebutuhan
Integrasi kebutuhan adalah kebutuhan untuk mengadakan bentuk interaksi tertentu dengan tipe orang atau objek tertentu.
Tema kesatuan
tema kesatuan pada hakikat nya merupakan kesatuan antara kebutuhan dan tekanan yang berhubungan dan diperoleh dari pengalaman kanak-kanak dan yang memberikan arti serta kesatuan pada bagian terbesar tingkah laku individu.
Regnan
proses regnan adalah proses fisiologis yang mengikuti proses psikologi yang dominant.
Nilai dan Vektor
Nilai dan factor merupakan gambaran akhir dari tingkah laku. Sedangkan vector merupakan kecenderungan bertindak. Murray mengelompokkan vector menjadi sebelas vector.
Perkembangan kepribadian
Kompleks-kompleks anak-anak
Teori Murray mengenai perkembangan kepribadian bersifat longitudinal, menekankan pada perkembangan sejarah individu. Pendekatannya mirip teori freud, dengan elaborasi dan perluasan yang lebih komprehensif.
Murray membagi masa anak-anak menjadi lima tahapan, masing-masing ditandai oleh kondisi kepuasan yang dipengaruhi oleh tuntutan lingkungan dan memberi kesan yang mengarahkan tingkah laku pada perkembangan berikutnya.
Lima kondisi tahapan perkembangan anak dan kompleks yang terlibat, adalah:
a) Kompleks Klaustral
b) Kompleks Oral
c) Kompleks Anal
d) Kompleks Uretral
e) Kompleks Kastrasi
Bagi Murray kepribadian adalah hasil akumulasi interaksi antara proses kematangan genetic dengan factor empiric. Ini karena dua hal, pertama kepribadian berhubungan dengan struktur dan fungsi otak. Kedua, semua tingkah laku merupakan proses interaksi antara orang dengan lingkungannya. Determinan maturasi genetic dari kepribadian bersifat fundamental karena dibawa sejak lahir, sedangkan factor lingkungan atau pengalaman menjadi penentu yang kuat karena menjadi sarana perwujudan dari kematangan genetic.
d. Kekurangan :
1. Tidak terdapat sekumpulan asumsi psikologis yang dikaitkan secara eksplisit yang berhubungan dengan konsep2 yang sama, sehingga menghasilkan prediksi yang dapat diuji.
2. Teori murray lemah karena tidak mampu menjelaskan bagaimana motif2 berkembang.
e. Kelebihan :
1. TAT di gunakan sampai sekarang
Sumber : Psikologiuhuuuy.wordpress.com

ANDRAGOGI

1.Pengertian Teori Belajar Andragogi
Andragogi berasal dari bahasa Yunani kuno: "aner", dengan akar kata andr, yang berarti orang dewasa, dan agogus yang berarti membimbing atau membina. Istilah lain yang sering dipergunakan sebagai perbandingan adalah "pedagogi", yang ditarik dari kata "paid" artinya anak dan "agogus" artinya membimbing atau memimpin. Dengan demikian secara harfiah "pedagogi" berarti seni atau pengetahuan membimbing atau memimpin atau mengajar anak. Karena pengertian pedagogi adalah seni atau pengetahuan membimbing atau mengajar anak maka apabila menggunakan istilah pedagogi untuk kegiatan pendidikan atau pelatihan bagi orang dewasa jelas tidak tepat, karena mengandung makna yang bertentangan. Banyak praktik proses belajar dalam suatu pelatihan yang ditujukan kepada orang dewasa, yang seharusnya bersifat andragogis, dilakukan dengan cara-cara yang pedagogis. Dalam hal ini prinsip-prinsip dan asumsi yang berlaku bagi pendidikan anak dianggap dapat diberlakukan bagi kegiatan pelatihan bagi orang dewasa.
Dengan demikian maka kalau ditarik pengertiannya sejalan dengan pedagogi, maka andragogi secara harfiah dapat diartikan sebagai ilmu dan seni mengajar orang dewasa. Namun karena orang dewasa sebagai individu yang sudah mandiri dan mampu mengarahkan dirinya sendiri, maka dalam andragogi yang terpenting dalam proses interaksi belajar adalah kegiatan belajar mandiri yang bertumpu kepada warga belajar itu sendiri dan bukan merupakan kegiatan seorang guru mengajarkan sesuatu (Learner Centered Training/Teaching).
2.     Perkembangan Teori Belajar Andragogi
Malcolm Knowles dalam publikasinya yang berjudul "The Adult Learner, A Neglected Species" yang diterbitkan pada tahun 1970 mengungkapkan teori belajar yang tepat bagi orang dewasa. Sejak saat itulah istilah "Andragogi" makin diperbincangkan oleh berbagai kalangan khususnya para ahli pendidikan.
Sebelum muncul Andragogi, yang digunakan dalam kegiatan belajat adalah Pedagogy. Konsep ini menempatkan murid/siswa sebagai obyek di dalam pendidikan, mereka mesti menerima pendidikan yang sudah di setup oleh sistem pendidikan, di setup oleh gurunya/pengajarnya. Apa yang dipelajari, materi yang akan diterima, metode panyampaiannya, dan lain-lain, semua tergantung kepada pengajar dan tergantung kepada sistem. Murid sebagai obyek dari pendidikan.
Kelemahannya Pedagogi adalah manusia (dalam hal ini adalah siswa) yang memiliki keunikan, yang memiliki talenta, memiliki minat, memiliki kelebihan, menjadi tidak berkembang, menjadi tidak bisa mengeksplorasi dirinya sendiri, tidak mampu menyampaikan kebenarannya sendiri, sebab yang memiliki kebenaran adalah masa lalu, adalah sesuatu yang sudah mapan dan sudah ada sampai sekarang. Perbedaan bukanlah menjadi hal yang biasa, melainkan jika ada yang berbeda itu akan dianggap sebagai sebuah perlawanan dan pemberontakan. Pedagogy memiliki kelebihan, yakni di dalam menjaga rantai keilmuan yang sudah diawali oleh orang-orang terdahulu, maka rantai emas dan benang merah keilmuan bisa dilanjutkan oleh generasi mendatang. Generasi mendatang tidak perlu mulai dari nol lagi, melainkan tinggal melanjutkan apa yang sudah ditemukan, apa yang sudah dirintis, apa yang sudah dimulai oleh generasi mendatang.
Dalam Andragogy inilah, kita kenal istilah-istilah Enjoy Learning, Workshop, Pelatihan Outbond,dll, dan dari konsep Pendidikan Andragogy inilah kemudian muncul konsep-konsep Liberalisme pendidikan, Liberasionisme pendidikan dan Anarkisme pendidikan. Liberalisme pendidikan bertujuan jangka panjang untuk melestarikan dan memperbaiki tatanan sosial yang ada dengan cara mengajar setiap siswa sebagaimana cara menghadapi  persoalan-persoalan dalam kehidupan sehari-hari secara efektif. Liberasionisme pendidikan adalah sebuah sudut pandang yang menganggap bahwa kita musti segera melakukan perombakan berlingkup besar terhadap tatanan politik (dan pendidikan) yang ada sekarang, sebagai cara untuk memajukan kebebasan-kebebasan individu dan mempromosikan perujudan potensi-potensi diri semaksimal mungkin. Bagi pendidik liberasionis, sekolah bersifat obyektif namun tidak sentral dan sekolah bukan hanya mengajarkan pada siswa bagaimana berpikir yang efektif secara rasional dan ilmiah, melainkan juga mengajak siswa untuk memahami kebijaksanaan tertinggi yang ada di dalam pemecahan-pemecahan masalah secara intelek yang paling meyakinkan. Dengan kata lain, liberasionisme pendidikan dilandasi oleh sebuah sistem kebenaran yang terbuka. Secara moral, sekolah berkewajiban mengenalkan dan mempromosikan program-program sosial konstruktif dan bukan hanya melatih pikiran siswa. Sekolahpun harus memajukan pola tindakan yang paling meyakinkan yang didukung oleh sebuah analisis obyektif berdasarkan fakta-fakta yang ada. Hal ini sejalan dengan pendapat Aristoteles tentang prinsip pendidikan yaitu sebagai wahana pengkajian fakta-fakta, mencari ‘yang obyektif’, melalui pengamatan atas kenyataan. Anarkisme pendidikan pada umumnya menerima sistem penyelidikan eksperimental yang terbuka (pembuktian pengetahuan melalui penalaran ilmiah). Tetapi berbeda dengan liberal dan liberasionis, anarkisme pendidikan beranggapan bahwa harus meminimalkan dan atau menghapuskan pembatasan-pembatasan kelembagaan terhadap perilaku personal, bahwa musti dilakukan untuk membuat masyarakat yang bebas lembaga. Menurut anarkisme pendidikan, pendekatan terbaik terhadap pendidikan adalah pendekatan yang mengupayakan untuk mempercepat perombakan humanistik berskala besar yang mendesak ke dalam masyarakat, dengan cara menghapuskan sistem persekolahan sekalian.
  
3.     Asumsi-Asumsi Pokok Teori Belajar Andragogi
Malcolm Knowles (1970) dalam mengembangkan konsep andragogi, mengembangkan empat pokok asumsi sebagai berikut:
a.    Konsep Diri: Asumsinya bahwa kesungguhan dan kematangan diri seseorang bergerak dari ketergantungan total (realita pada bayi) menuju ke arah pengembangan diri sehingga mampu untuk mengarahkan dirinya sendiri dan mandiri. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa secara umum konsep diri anak-anak masih tergantung sedangkan pada orang dewasa konsep dirinya sudah mandiri. Karena kemandirian inilah orang dewasa membutuhkan memperoleh penghargaan orang lain sebagai manusia yang mampu menentukan dirinya sendiri (Self Determination), mampu mengarahkan dirinya sendiri (Self Direction). Apabila orang dewasa tidak menemukan dan menghadapi situasi dan kondisi yang memungkinkan timbulnya penentuan diri sendiri dalam suatu pelatihan, maka akan menimbulkan penolakan atau reaksi yang kurang menyenangkan. Orang dewasa juga mempunyai kebutuhan psikologis yang dalam agar secara umum menjadi mandiri, meskipun dalam situasi tertentu boleh jadi ada ketergantungan yang sifatnya sementara.
Hal ini menimbulkan implikasi dalam pelaksanaan praktek pelatihan, khususnya yang berkaitan dengan iklim dan suasana pembelajaran dan diagnosa kebutuhan serta proses perencanaan pelatihan.
b.    Peranan Pengalaman: Asumsinya adalah bahwa sesuai dengan perjalanan waktu seorang individu tumbuh dan berkembang menuju ke arah kematangan. Dalam perjalanannya, seorang individu mengalami dan mengumpulkan berbagai pengalaman pahit-getirnya kehidupan, dimana hal ini menjadikan seorang individu sebagai sumber belajar yang demikian kaya, dan pada saat yang bersamaan individu tersebut memberikan dasar yang luas untuk belajar dan memperoleh pengalaman baru. Oleh sebab itu, dalam teknologi pelatihan atau pembelajaran orang dewasa, terjadi penurunan penggunaan teknik transmittal seperti yang dipergunakan dalam pelatihan konvensional dan menjadi lebih mengembangkan teknik yang bertumpu pada pengalaman. Dalam hal ini dikenal dengan "Experiential Learning Cycle" (Proses Belajar Berdasarkan Pengalaman). Hal in menimbulkan implikasi terhadap pemilihan dan penggunaan metoda dan teknik kepelatihan. Maka, dalam praktek pelatihan lebih banyak menggunakan diskusi kelompok, curah pendapat, kerja laboratori, sekolah lapang, melakukan praktek dan lain sebagainya, yang pada dasarnya berupaya untuk melibatkan peranserta atau partisipasi peserta pelatihan.
c.     Kesiapan Belajar : Asumsinya bahwa setiap individu semakin menjadi matang sesuai dengan perjalanan waktu, maka kesiapan belajar bukan ditentukan oleh kebutuhan atau paksaan akademik ataupun biologisnya, tetapi lebih banyak ditentukan oleh tuntutan perkembangan dan perubahan tugas dan peranan sosialnya. Pada seorang anak belajar karena adanya tuntutan akademik atau biologiknya. Tetapi pada orang dewasa siap belajar sesuatu karena tingkatan perkembangan mereka yang harus menghadapi dalam peranannya sebagai pekerja, orang tua atau pemimpin organisasi. Hal ini membawa implikasi terhadap materi pembelajaran dalam suatu pelatihan tertentu. Dalam hal ini tentunya materi pembelajaran perlu disesuaikan dengan kebutuhan yang sesuai dengan peranan sosialnya.
d.    Orientasi Belajar: Asumsinya yaitu bahwa pada anak orientasi belajarnya seolah-olah sudah ditentukan dan dikondisikan untuk memiliki orientasi yang berpusat pada materi pembelajaran (Subject Matter Centered Orientation). Sedangkan pada orang dewasa mempunyai kecenderungan memiliki orientasi belajar yang berpusat pada pemecahan permasalahan yang dihadapi (Problem Centered Orientation). Hal ini dikarenakan belajar bagi orang dewasa seolah-olah merupakan kebutuhan untuk menghadapi permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan keseharian, terutama dalam kaitannya dengan fungsi dan peranan sosial orang dewasa. Selain itu, perbedaan asumsi ini disebabkan juga karena adanya perbedaan perspektif waktu. Bagi orang dewasa, belajar lebih bersifat untuk dapat dipergunakan atau dimanfaatkan dalam waktu segera. Sedangkan anak, penerapan apa yang dipelajari masih menunggu waktu hingga dia lulus dan sebagainya. Sehingga ada kecenderungan pada anak, bahwa belajar hanya sekedar untuk dapat lulus ujian dan memperoleh sekolah yang lebih tinggi. Hal ini menimbulkan implikasi terhadap sifat materi pembelajaran atau pelatihan bagi orang dewasa, yaitu bahwa materi tersebut hendaknya bersifat praktis dan dapat segera diterapkan di dalam kenyataan sehari-hari.
4.     Andragogi dan Psikologi Perkembangan
Seperti telah disebutkan di atas bahwa dalam diri orang dewasa sebagai siswa yang sudah tumbuh kematangan konsep dirinya timbul kebutuhan psikologi yang mendalam yaitu keinginan dipandang dan diperlakukan orang lain sebagai pribadi utuh yang mengarahkan dirinya sendiri. Namun, tidak hanya orang dewasa tetapi juga pemuda atau remaja juga memiliki kebutuhan semacam itu. Sesuai teori Peaget (1959) mengenai perkembangan psikologi dari kurang lebih 12 tahun ke atas individu sudah dapat berfikir dalam bentuk dewasa yaitu dalam istilah dia sudah mencapai perkembangan pikir formal operation. Dalam tingkatan perkembangan ini individu sudah dapat memecahkan segala persoalan secara logik, berfikir secara ilmiah, dapat memecahkan masalah-masalah verbal yang kompleks atau secara singkat sudah tercapai kematangan struktur kognitifnya. Dalam periode ini individu mulai mengembangkan pengertian akan diri (self) atau identitas (identitiy) yang dapat dikonsepsikan terpisah dari dunia luar di sekitarnya. Berbeda dengan anak-anak, di sini remaja (adolescence) tidak hanya dapat mengerti keadaan benda-benda di dekatnya tetapi juga kemungkinan keadaan benda-benda itu di duga. Dalam masalah nilai-nilai remaja mulai mempertanyakan dan membanding-bandingkan. Nilai-nilai yang diharapkan selalu dibandingkan dengan nilai yang aktual. Secara singkat dapat dikatakan remaja adalah tingkatan kehidupan dimana proses semacam itu terjadi, dan ini berjalan terus sampai mencapai kematangan.
Dengan begitu jelaslah kiranya bahwa pemuda (tidak hanya orang dewasa) memiliki kemampuan memikirkan dirinya sendiri, dan menyadari bahwa terdapat keadaan yang bertentangan antara nilai-nilai yang dianut dan tingkah laku orang lain. Oleh karena itu, dapat dikatakan sejak pertengaham masa remaja individu mengembangkan apa yang dikatakan "pengertian diri" (sense of identity).
Pembelajaran yang diberikan kepada orang dewasa dapat efektif (lebih cepat dan melekat pada ingatannya), bilamana pembimbing (pelatih, pengajar, penatar, instruktur, dan sejenisnya) tidak terlalu mendominasi kelompok kelas, mengurangi banyak bicara, namun mengupayakan agar individu orang dewasa itu mampu menemukan alternatif-alternatif untuk mengembangkan kepribadian mereka. Seorang pembimbing yang baik harus berupaya untuk banyak mendengarkan dan menerima gagasan seseorang, kemudian menilai dan menjawab pertanyaan yang diajukan mereka. Orang dewasa pada hakikatnya adalah makhluk yang kreatif bilamana seseorang mampu menggerakkan/menggali potensi yang ada dalam diri mereka. Dalam upaya ini, diperlukan keterampilan dan kiat khusus yang dapat digunakan dalam pembelajaran tersebut. Di samping itu, orang dewasa dapat dibelajarkan lebih aktif apabila mereka merasa ikut dilibatkan dalam aktivitas pembelajaran, terutama apabila mereka dilibatkan memberi sumbangan pikiran dan gagasan yang membuat mereka merasa berharga dan memiliki harga diri di depan sesama temannya. Artinya, orang dewasa akan belajar lebih baik apabila pendapat pribadinya dihormati, dan akan lebih senang kalau ia boleh sumbang saran pemikiran dan mengemukakan ide pikirannya, daripada pembimbing melulu menjejalkan teori dan gagasannya sendiri kepada mereka.
Oleh karena sifat belajar bagi orang dewasa adalah bersifat subjektif dan unik, maka terlepas dari benar atau salahnya, segala pendapat, perasaan, pikiran, gagasan, teori, sistem nilainya perlu dihargai. Tidak menghargai (meremehkan dan menyampingkan) harga diri mereka, hanya akan mematikan gairah belajar orang dewasa. Namun demikian, pembelajaran orang dewasa perlu pula mendapatkan kepercayaan dari pembimbingnya, dan pada akhirnya mereka harus mempunyai kepercayaan pada dirinya sendiri. Tanpa kepercayaan diri tersebut, maka suasana belajar yang kondusif tak akan pernah terwujud.
Orang dewasa memiliki sistem nilai yang berbeda, mempunyai pendapat dan pendirian yang berbeda. Dengan terciptanya suasana yang baik, mereka akan dapat mengemukakan isi hati dan isi pikirannya tanpa rasa takut dan cemas, walaupun mereka saling berbeda pendapat. Orang dewasa mestinya memiliki perasaan bahwa dalam suasana/ situasi belajar yang bagaimanapun, mereka boleh berbeda pendapat dan boleh berbuat salah tanpa dirinya terancam oleh sesuatu sanksi (dipermalukan, pemecatan, cemoohan, dll).
Keterbukaan seorang pembimbing sangat membantu bagi kemajuan orang dewasa dalam mengembangkan potensi pribadinya di dalam kelas, atau di tempat pelatihan. Sifat keterbukaan untuk mengungkapkan diri, dan terbuka untuk mendengarkan gagasan, akan berdampak baik bagi kesehatan psikologis, dan psikis mereka. Di samping itu, harus dihindari segala bentuk akibat yang membuat orang dewasa mendapat ejekan, hinaan, atau dipermalukan. Jalan terbaik hanyalah diciptakannya suasana keterbukaan dalam segala hal, sehingga berbagai alternatif kebebasan mengemukakan ide/gagasan dapat diciptakan.
Dalam hal lainnya, tidak dapat dinafikkan bahwa orang dewasa belajar secara khas dan unik. Faktor tingkat kecerdasan, kepercayaan diri, dan perasaan yang terkendali harus diakui sebagai hak pribadi yang khas sehingga keputusan yang diambil tidak harus selalu sama dengan pribadi orang lain. Kebersamaan dalam kelompok tidak selalu harus sama dalam pribadi, sebab akan sangat membosankan kalau saja suasana yang seakan hanya mengakui satu kebenaran tanpa adanya kritik yang memperlihatkan perbedaan tersebut. Oleh sebab itu, latar belakang pendidikan, latar belakang kebudayaan, dan pengalaman masa lampau masing-masing individu dapat memberi warna yang berbeda pada setiap keputusan yang diambil.
Bagi orang dewasa, terciptanya suasana belajar yang kondusif merupakan suatu fasilitas yang mendorong mereka mau mencoba perilaku baru, berani tampil beda, dapat berlaku dengan sikap baru dan mau mencoba pengetahuan baru yang mereka peroleh. Walaupun sesuatu yang baru mengandung resiko terjadinya kesalahan, namun kesalahan, dan kekeliruan itu sendiri merupakan bagian yang wajar dari belajar.
Pada akhirnya, orang dewasa ingin tahu apa arti dirinya dalam kelompok belajar itu. Bagi orang dewasa ada kecenderungan ingin mengetahui kekuatan dan kelemahan dirinya. Dengan demikian, diperlukan adanya evaluasi bersama oleh seluruh anggota kelompok dirasakannya berharga untuk bahan renungan, di mana renungan itu dapat mengevaluasi dirinya dari orang lain yang persepsinya bisa saja memiliki perbedaan.
5.      Pengaruh Penurunan Faktor Fisik dalam Belajar
Proses belajar manusia berlangsung hingga ahkir hayat (long life education). Namun, ada korelasi negatif antara pertambahan usia dengan kemampuan belajar orang dewasa. Artinya, setiap individu orang dewasa, makin bertambah usianya, akan semakin sukar baginya belajar (karena semua aspek kemampuan fisiknya semakin menurun). Misalnya daya ingat, kekuatan fisik, kemampuan menalar, kemampuan berkonsentrasi, dan lain-lain semuanya memperlihatkan penurunannya sesuai pertambahan usianya pula. Menurut Lunandi (1987), kemajuan pesat dan perkembangan berarti tidak diperoleh dengan menantikan pengalaman melintasi hidup saja. Kemajuan yang seimbang dengan perkembangan zaman harus dicari melalui pendidikan. Menurut Verner dan Davidson dalam Lunandi (1987) ada enam faktor yang secara psikologis dapat menghambat keikutsertaan orang dewasa dalam suatu program pendidikan:
a.      Dengan bertambahnya usia, titik dekat penglihatan atau titik terdekat yang dapat dilihat secara jelas mulai bergerak makin jauh. Pada usia dua puluh tahun seseorang dapat melihat jelas suatu benda pada jarak 10 cm dari matanya. Sekitar usia empat puluh tahun titik dekat penglihatan itu sudah menjauh sampai 23 cm.
b.      Dengan bertambahnya usia, titik jauh penglihatan atau titik terjauh yang dapat dilihat secara jelas mulai berkurang, yakni makin pendek. Kedua faktor ini perlu diperhatikan dalam pengadaan dan pengunaan bahan dan alat pendidikan.
c.      Makin bertambah usia, makin besar pula jumlah penerangan yang diperlukan dalam suatu situasi belajar. Kalau seseorang pada usia 20 tahun memerlukan 100 Watt cahaya, maka pada usia 40 tahun diperlukan 145 Watt, dan pada usia 70 tahun seterang 300 Watt baru cukup untuk dapat melihat dengan jelas.
d.      Makin bertambah usia, persepsi kontras warna cenderung ke arah merah daripada spektrum. Hal ini disebabkan oleh menguningnya kornea atau lensa mata, sehingga cahaya yang masuk agak terasing. Akibatnya ialah kurang dapat dibedakannya warna-warna-warna lembut. Untuk jelasnya perlu digunakan warna-warna cerah yang kontras utuk alat-alat peraga.
e.      Pendengaran atau kemampuan menerima suara mengurang dengan bertambahnya usia. Pada umumnya seseorang mengalami kemunduran dalam kemampuannya membedakan nada secara tajam pada tiap dasawarsa dalam hidupnya. Pria cenderung lebih cepat mundur dalam hal ini daripada wanita. Hanya 11 persen dari orang berusia 20 tahun yang mengalami kurang pendengaran. Sampai 51 persen dari orang yang berusia 70 tahun ditemukan mengalami kurang pendengaran.
f.       Pembedaan bunyi atau kemampuan untuk membedakan bunyi makin mengurang dengan bertambahnya usia. Dengan demikian, bicara orang lain yang terlalu cepat makin sukar ditangkapnya, dan bunyi sampingan dan suara di latar belakangnya bagai menyatu dengan bicara orang. Makin sukar pula membedakan bunyi konsonan seperti t, g, b, c, dan d.

6.      Langkah-Langkah Pokok dalam Andragogi
Langkah-langkah pokok untuk mempraktikkan Andragogi adalah sebagai berikut:
a.      Menciptakan Iklim Pembelajaran yang Kondusif: Ada beberapa hal pokok yang dapat dilakukan dalam upaya menciptakan dan mengembangkan iklim dan suasana yang kondusif untuk proses pembelajaran, yaitu:
1)     Pengaturan Lingkungan Fisik: Pengaturan lingkungan fisik merupakan salah satu unsur dimana orang dewasa merasa terbiasa, aman, nyaman dan mudah. Untuk itu perlu dibuat senyaman mungkin:
a)     Penataan dan peralatan hendaknya disesuaikan dengan kondisi orang dewasa;
b)     Alat peraga dengar dan lihat yang dipergunakan hendaknya disesuaikan dengan kondisi fisik orang dewasa;
c)     Penataan ruangan, pengaturan meja, kursi dan peralatan lainnya hendaknya memungkinkan terjadinya interaksi social.
2)     Pengaturan Lingkungan Sosial dan Psikologi: Iklim psikologis hendaknya merupakan salah satu faktor yang membuat orang dewasa merasa diterima, dihargai dan didukung.
a)     Fasilitator lebih bersifat membantu dan mendukung;
b)     Mengembangkan suasana bersahabat, informal dan santai melalui kegiatan Bina Suasana dan berbagai permainan yang sesuai;
c)     Menciptakan suasana demokratis dan kebebasan untuk menyatakan pendapat tanpa rasa takut;
d)     Mengembangkan semangat kebersamaan;
e)     Menghindari adanya pengarahan dari "pejabat-pejabat" pemerintah;
f)       Menyusun kontrak belajar yang disepakati bersama.
3)     Diagnosis Kebutuhan Belajar: Dalam andragogi tekanan lebih banyak diberikan pada keterlibatan seluruh warga belajar atau peserta pelatihan di dalam suatu proses melakukan diagnosis kebutuhan belajarnya:
a)     Melibatkan seluruh pihak terkait (stakeholder) terutama pihak yang terkena dampak langsung atas kegiatan itu;
b)     Membangun dan mengembangkan suatu model kompetensi atau prestasi ideal yang diharapkan;
c)     Menyediakan berbagai pengalaman yang dibutuhkan;
d)     Lakukan perbandingan antara yang diharapkan dengan kenyataan yang ada, misalkan kompetensi tertentu.
4)     Proses Perencanaan: Dalam perencanaan pelatihan hendaknya melibatkan semua pihak terkait, terutama yang akan terkena dampak langsung atas kegiatan pelatihan tersebut. Tampaknya ada suatu "hukum" atau setidak tidaknya suatu kecenderungan dari sifat manusia bahwa mereka akan merasa 'committed' terhadap suatu keputusan apabila mereka terlibat dan berperanserta dalam pengambilan keputusan:
a)     Libatkan peserta untuk menyusun rencana pelatihan, baik yang menyangkut penentuan materi pembelajaran, penentuan waktu dan lain-lain;
b)     Temuilah dan diskusikanlah segala hal dengan berbagai pihak terkait menyangkut pelatihan tersebut;
c)     Terjemahkan kebutuhan-kebutuhan yang telah diidentifikasi ke dalam tujuan yang diharapkan dan ke dalam materi pelatihan;
d)     Tentukan pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas di antara pihak terkait siapa melakukan apa dan kapan.
5)     Memformulasikan Tujuan: Setelah menganalisis hasil-hasil identifikasi kebutuhan dan permasalahan yang ada, langkah selanjutnya adalah merumuskan tujuan yang disepakati bersama dalam proses perencanaan partisipatif. Dalam merumuskan tujuan hendaknya dilakukan dalam bentuk deskripsi tingkah laku yang akan dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut di atas.
6)     Mengembangkan Model Umum: Ini merupakan aspek seni dan arsitektural dari perencanaan pelatihan dimana harus disusun secara harmonis antara beberapa kegiatan belajar seperti kegiatan diskusi kelompok besar, kelompok kecil, urutan materi dan lain sebagainya. Dalam hal ini tentu harus diperhitungkan pula kebutuhan waktu dalam membahas satu persoalan dan penetapan waktu yang sesuai.
7)     Menetapkan Materi dan Teknik Pembelajaran: Dalam menetapkan materi dan metoda atau teknik pembelajaran hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a)     Materi pelatihan atau pembelajaran hendaknya ditekankan pada pengalaman-pengalaman nyata dari peserta pelatihan;
b)     Materi pelatihan hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan berorientasi pada aplikasi praktis;
c)     Metoda dan teknik yang dipilih hendaknya menghindari teknik yang bersifat pemindahan pengetahuan dari fasilitator kepada peserta;
d)     Metoda dan teknik yang dipilih hendaknya tidak bersifat satu arah namun lebih bersifat partisipatif.
8)     Peranan Evaluasi Pendekatan: evaluasi secara konvensional (pedagogi) kurang efektif untuk diterapkan bagi orang dewasa. Untuk itu pendekatan ini tidak cocok dan tidaklah cukup untuk menilai hasil belajar orang dewasa. Ada beberapa pokok dalam melaksanakan evaluasi hasil belajar bagi orang dewasa yakni:
a)     Evaluasi hendaknya berorientasi kepada pengukuran perubahan perilaku setelah mengikuti proses pembelajaran/pelatihan;
b)     Sebaiknya evaluasi dilaksanakan melalui pengujian terhadap dan oleh peserta pelatihan itu sendiri (Self Evaluation);
c)     Perubahan positif perilaku merupakan tolok ukur keberhasilan;
d)     Ruang lingkup materi evaluasi "ditetapkan bersama secara partisipatif" atau berdasarkan kesepakatan bersama seluruh pihak terkait yang terlibat;
e)     Evaluasi ditujukan untuk menilai efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan program pelatihan yang mencakup kekuatan maupun kelemahan program;
f)       Menilai efektifitas materi yang dibahas dalam kaitannya dengan perubahan sikap dan perilaku. 
sumber:psikologicenter.com